Ini Soal Pilihan
Hari ini, Sabtu, 30 Januari 2010 jadi akhir Januari yang memang menguras pikiran gw. Sebenernya, apa yang terjadi hari ini ada hubungannya dengan "sedikit" serpihan hari gw kemarin, Jumat. Tepatnya, saat pelajaran Matematika.
Guru berkata : "Linea(Ok, teachers usually call me Linea), kamu ga minat ikut olimpiade Matematika?"
Gw diem, dan masih dalam keadaan tenang karena gw kira, Ibu cuma asal bertanya. Gw cuma membalas senyum, dan belum sempat menjawab, Ibu langsung bertanya lagi.
Guru : Kamu mau ga ikut pelatihan, ya siapa tau bisa ikut olimpiade, atau lomba-lomba matematika?
Tiba-tiba gw memikirkan banyak hal yang diamanahkan kepada gw. Dan dengan modal pikiran itu, gw menjawab pertanyaan Ibu :
"Tapi Bu, yang ikut olim itu yang kemarin dipanggil di speaker kan Bu."
Entah mau menyenangkan hati gw, Ibu langsung bilang :
"Tenang aja Lin, Ibu udah daftarin kamu kok."
DEG. Jujur, saat itu emang bukan cuma gw yang ditawari "kesempatan" itu. Ada 4 anak yang Ibu tawari. Gw masih diem, sebenernya saat itu pikiran gw langsung campur aduk.
Ibu juga berpesan pada salah satu temen gw (kebetulan cowok) yang ditawari.
Ibu : "Jadi kamu mau serius ikut pelatihan ga? jangan sampe kamu ga dateng udah Ibu daftarin, malu-maluin Ibu aja nanti. Kalo ga serius, lebih baik gausah dari sekarang."
Semakin bingung.
Akhirnya, sepulang sekolah, gw ke sekret untuk istirahat dan mengistirahatkan pikiran gw, ga lama, ada Reka dan Adam (yang gw tau adalah anak olim mate) nyari gw. Mereka bilang, gw dicari sama Bu 'Nung, akhirnya gw ke ruang guru dengan berharap gw bisa menjelaskan keadaan sebenarnya gw. Tapi ternyata, gw malah dikasih 50 soal matematika dan dikabarkan bahwa besok ada tes jam 9.
Astaghfirullahaladzim.
Gw bingung gw harus apa, gw nahan sesek. jujur kawan, gw belum siap. H-1 diberitahu, dan gw adalah Arin, anak yang belum kenal dan belum bersahabat dengan Olimpiade matematika.
Jika boleh gw bilang, hubungan gw dengan pelajaran matematika itu, gw bisa karena belajar karena paham materi yang diajarkan. sebatas itu. dan Alhamdulillah gw dikasih nikmat oleh Allah untuk lebih menangkap cepat pelajaran yang diberikan dalam hal matematika ini.
Back to the point.
Setelah itu, gw masih berpositive-thinking bahwa apa yang gw pegang sekarang, bisa gw kerjain. Gw bakal usaha bisa. Untuk menenangkan keadaan gw itu, gw embasis dulu dan balik lagi ke sekolah untuk Mentoring Plus. Nah, disinilah gw dapet solusi dari Mentorku sayang :D
"Kalo teteh jadi Arin, teteh tetep hadapi, tapi bukan berarti nekad, liat dulu ikhtiar malem ini, kan Arin bakal berusaha keras dulu kan? Setelah itu liat deh, pasti guru juga ga akan maksa arin dan kapasitas arin kok."
Sip. Tekad, bukan nekad. Solusi teteh memang yang paling mungkin gw lakukan malem ini.
Sampailah sekarang, dengan niat sungguh-sungguh, gw buka deh tuh soal yang tadi sempet dibaca tapi satupun ga bisa gw jawab >o< Bercerita tentang olimpiade, apalagi soal matematika. Gw punya kisah tersendiri tentang bidang-bidang ini, Intermezzo ya kawan.
Kelas 4A SDN Polisi 4 Bogor, di ruang lt. 2
"Assalamu'alaikum anak-anak, kalian dikumpulkan di sini karena kalian berhasil mewakili sekolah untuk mengikuti tes MIPA agar bisa ikut dalam pelatihan olimpiade sampai tingkat Internasional bahkan."
Subhanallah, Alhamdulillah..
"Jadi, yang mau bidang matematika duduk di sebelah kanan, dan yang IPA, duduk disebelah kiri."
Jujur, gw lebih minat pada matematika saat itu. Gw duduk di sebelah kanan. Setelah terbagi dua, hasilnya, anak matematika itu terlalu banyak, dan entah kenapa jadi begini, gw dan salah satu temen gw disuruh suit (you know, suit jepang gt2) untuk meentukan siapa yang tetap di matematika. DAN GW KALAH SUIT. Terdengar klise dan tak cukup adil untuk pemilihan IPA-Matematika, tapi inilah, IPA lah takdirku. Jalan Allah, siapa yang tau? Gw emang sempet kecewa, tapi siapa tau ini jalan gw menuju sukses?
Alhamdulillah, gw bisa lolos dan ikut berlatih bersama temen-temen sekolah lain di KPM, sebagai anak IPA. Di sini juga gw ketemu saudara tersayang gw, Nasya Dwi Ariestanti dan Nabila Dhyan Azraini yang akhirnya masuk SMP, kita sekelas :) Gw jadi lebih menekuni bidang IPA dibanding matematika, tapi bukan berarti mengabaikan, gw masih seneng matematika dan sangat antusias dalam pelajaran matematika. Gw emang suka matematika. Selama SMP pun, lomba-lomba MIPA yang diadakan, gw memilih cari yang IPA, khususnya Biologi, ini juga menunjang cita-cita gw pengen jadi dokter. Mulai dari sekarang diasah. Begitu.
Hingga masa SMA tiba, gw sempet berminat ikut pelatihan Biologi, dan karena suatu dan lain hal, gw meng-cancel pelatihan itu. Eh.... ternyata eh ternyata, ga ikut Biologi malah dikasih matematika. Sungguh kesan pertamaku, "andai, gw masih SD."
Setelah sekelumit pikiran gw tentang matematika, setelah gw mengingat kenangan-kenangan Sekolah Dasar gw, setelah gw memohon untuk diberi pandangan yang terbaik oleh-Nya, dan setelah Mama tersayangku berkata, "Jangan paksain diri, inget kemampuan diri sendiri, yang rasional aja mikirnya sekarang, H-berapa jam bisa ga kamu?"
Bismillahirrahmaanirrahiim. Gw memang harus memilih. Mungkin kalian sudah bisa menyimpulkan apa yang gw pilih. Maaf jika penyemangat sudah kecewa sama sikap gw :( tapi gw tau diri, gw memang belum siap dan gw ga mau paksain itu. Afwan, sebesar-besarnya...
dan gw ceritakan keputusan gw kepada seorang sahabat..
"Arin, tetep semangat ya belajar matenya, demi FK UI :)"
Terima kasih untuk Tika, kata-kata sms terakhirmu membuatku tetap mempertahankan senyumku hari ini :)
Gw akan tetap suka dengan matematika, gw akan tetap mengejar ilmu-ilmu di dalamnya untuk bisa bermanfaat nantinya, walau gw tidak termasuk komunitas itu.
Guru berkata : "Linea(Ok, teachers usually call me Linea), kamu ga minat ikut olimpiade Matematika?"
Gw diem, dan masih dalam keadaan tenang karena gw kira, Ibu cuma asal bertanya. Gw cuma membalas senyum, dan belum sempat menjawab, Ibu langsung bertanya lagi.
Guru : Kamu mau ga ikut pelatihan, ya siapa tau bisa ikut olimpiade, atau lomba-lomba matematika?
Tiba-tiba gw memikirkan banyak hal yang diamanahkan kepada gw. Dan dengan modal pikiran itu, gw menjawab pertanyaan Ibu :
"Tapi Bu, yang ikut olim itu yang kemarin dipanggil di speaker kan Bu."
Entah mau menyenangkan hati gw, Ibu langsung bilang :
"Tenang aja Lin, Ibu udah daftarin kamu kok."
DEG. Jujur, saat itu emang bukan cuma gw yang ditawari "kesempatan" itu. Ada 4 anak yang Ibu tawari. Gw masih diem, sebenernya saat itu pikiran gw langsung campur aduk.
Ibu juga berpesan pada salah satu temen gw (kebetulan cowok) yang ditawari.
Ibu : "Jadi kamu mau serius ikut pelatihan ga? jangan sampe kamu ga dateng udah Ibu daftarin, malu-maluin Ibu aja nanti. Kalo ga serius, lebih baik gausah dari sekarang."
Semakin bingung.
Akhirnya, sepulang sekolah, gw ke sekret untuk istirahat dan mengistirahatkan pikiran gw, ga lama, ada Reka dan Adam (yang gw tau adalah anak olim mate) nyari gw. Mereka bilang, gw dicari sama Bu 'Nung, akhirnya gw ke ruang guru dengan berharap gw bisa menjelaskan keadaan sebenarnya gw. Tapi ternyata, gw malah dikasih 50 soal matematika dan dikabarkan bahwa besok ada tes jam 9.
Astaghfirullahaladzim.
Gw bingung gw harus apa, gw nahan sesek. jujur kawan, gw belum siap. H-1 diberitahu, dan gw adalah Arin, anak yang belum kenal dan belum bersahabat dengan Olimpiade matematika.
Jika boleh gw bilang, hubungan gw dengan pelajaran matematika itu, gw bisa karena belajar karena paham materi yang diajarkan. sebatas itu. dan Alhamdulillah gw dikasih nikmat oleh Allah untuk lebih menangkap cepat pelajaran yang diberikan dalam hal matematika ini.
Back to the point.
Setelah itu, gw masih berpositive-thinking bahwa apa yang gw pegang sekarang, bisa gw kerjain. Gw bakal usaha bisa. Untuk menenangkan keadaan gw itu, gw embasis dulu dan balik lagi ke sekolah untuk Mentoring Plus. Nah, disinilah gw dapet solusi dari Mentorku sayang :D
"Kalo teteh jadi Arin, teteh tetep hadapi, tapi bukan berarti nekad, liat dulu ikhtiar malem ini, kan Arin bakal berusaha keras dulu kan? Setelah itu liat deh, pasti guru juga ga akan maksa arin dan kapasitas arin kok."
Sip. Tekad, bukan nekad. Solusi teteh memang yang paling mungkin gw lakukan malem ini.
Sampailah sekarang, dengan niat sungguh-sungguh, gw buka deh tuh soal yang tadi sempet dibaca tapi satupun ga bisa gw jawab >o< Bercerita tentang olimpiade, apalagi soal matematika. Gw punya kisah tersendiri tentang bidang-bidang ini, Intermezzo ya kawan.
Kelas 4A SDN Polisi 4 Bogor, di ruang lt. 2
"Assalamu'alaikum anak-anak, kalian dikumpulkan di sini karena kalian berhasil mewakili sekolah untuk mengikuti tes MIPA agar bisa ikut dalam pelatihan olimpiade sampai tingkat Internasional bahkan."
Subhanallah, Alhamdulillah..
"Jadi, yang mau bidang matematika duduk di sebelah kanan, dan yang IPA, duduk disebelah kiri."
Jujur, gw lebih minat pada matematika saat itu. Gw duduk di sebelah kanan. Setelah terbagi dua, hasilnya, anak matematika itu terlalu banyak, dan entah kenapa jadi begini, gw dan salah satu temen gw disuruh suit (you know, suit jepang gt2) untuk meentukan siapa yang tetap di matematika. DAN GW KALAH SUIT. Terdengar klise dan tak cukup adil untuk pemilihan IPA-Matematika, tapi inilah, IPA lah takdirku. Jalan Allah, siapa yang tau? Gw emang sempet kecewa, tapi siapa tau ini jalan gw menuju sukses?
Alhamdulillah, gw bisa lolos dan ikut berlatih bersama temen-temen sekolah lain di KPM, sebagai anak IPA. Di sini juga gw ketemu saudara tersayang gw, Nasya Dwi Ariestanti dan Nabila Dhyan Azraini yang akhirnya masuk SMP, kita sekelas :) Gw jadi lebih menekuni bidang IPA dibanding matematika, tapi bukan berarti mengabaikan, gw masih seneng matematika dan sangat antusias dalam pelajaran matematika. Gw emang suka matematika. Selama SMP pun, lomba-lomba MIPA yang diadakan, gw memilih cari yang IPA, khususnya Biologi, ini juga menunjang cita-cita gw pengen jadi dokter. Mulai dari sekarang diasah. Begitu.
Hingga masa SMA tiba, gw sempet berminat ikut pelatihan Biologi, dan karena suatu dan lain hal, gw meng-cancel pelatihan itu. Eh.... ternyata eh ternyata, ga ikut Biologi malah dikasih matematika. Sungguh kesan pertamaku, "andai, gw masih SD."
Setelah sekelumit pikiran gw tentang matematika, setelah gw mengingat kenangan-kenangan Sekolah Dasar gw, setelah gw memohon untuk diberi pandangan yang terbaik oleh-Nya, dan setelah Mama tersayangku berkata, "Jangan paksain diri, inget kemampuan diri sendiri, yang rasional aja mikirnya sekarang, H-berapa jam bisa ga kamu?"
Bismillahirrahmaanirrahiim. Gw memang harus memilih. Mungkin kalian sudah bisa menyimpulkan apa yang gw pilih. Maaf jika penyemangat sudah kecewa sama sikap gw :( tapi gw tau diri, gw memang belum siap dan gw ga mau paksain itu. Afwan, sebesar-besarnya...
dan gw ceritakan keputusan gw kepada seorang sahabat..
"Arin, tetep semangat ya belajar matenya, demi FK UI :)"
Terima kasih untuk Tika, kata-kata sms terakhirmu membuatku tetap mempertahankan senyumku hari ini :)
Gw akan tetap suka dengan matematika, gw akan tetap mengejar ilmu-ilmu di dalamnya untuk bisa bermanfaat nantinya, walau gw tidak termasuk komunitas itu.
gila ya, rin. gue mamantes banget ikut olim2an...
ReplyDeleteistikharah aja dulu.. klo taun lalu saya ikut olim komputer, banyak juga soal yang ga tau isinya (wkwk), tapi lolos juga.
ReplyDeletedan sekarang saya juga lagi ada dilema nih.. :(
semangat ya teh :)) you can do it!
ReplyDelete@a bani : siapatau dari mamantes itu bisa jadi sesuatu yang memang paling pantas untuk "jalan" a bani :) *seharusnya saya juga begitu, tapi apa daya, saya masih memikirkan hal-hal lain*
ReplyDelete@a anas : iya a, saya udah coba, dan memang, selalu diarahkan seperti itu keadaannya :( wah tapi kan a anas emang punya basic olim komputer kan? alhamdulillah atuh lolos..
wah dilema apakah?
@cheryl : makasih ya che :D AMIN :)
asal kita serius dicoba ga ada ruginya...
ReplyDeletesemangat rin
ReplyDeletesmansa emang membutuhkan dan senantiasa menciptakan pribadi-pribadi yang selalu semangat menghadapi tantangan yang ada
Allah tidak akan menguji di luar kemampuan hamba-Nya
sama sama arin :) sudah dipilih, jangan pernah disesali *telat banget ya komennya* hehehe
ReplyDelete