Bandung Malam
*Ilustrasi: http://www.deviantart.com/art/City-road-176387946
terdengar tapakan-tapakan kaki meninggalkan hiruk-pikuk kegagahan Ganesha
yang kemudian menjadi bisu.
Membisu seperti siluet mereka yang melintasinya,
sebisu hembusan angin pertanda langit terus menghitam
tetapi ada yang melanggar kebisuan kala itu,
pikiran dan hati yang dengan sendirinya merekam ulang kejadian di bumi Ganesha sehari tadi,
tentang rasa bahagia, syukur, haru, kesal, sesal, marah, lelah, atau bahkan masih ada yang menggantung
***
Roda empat ini terus melaju, menjauhi perusak kebisuan.
Distributor yang sesak dengan belasan tubuh ini ramai dengan bungkamnya nafas.
Dan di sini, dalam diamnya semua pasang mata, mereka hidup dengan titik kosongnya masing-masing,
dengan pikirannya masing-masing,
dengan masalahnya masing-masing,
dengan kelelahannya masing-masing,
yang muaranya, hanya dirinya dan Tuhannya saja yang mengerti.
Tidak ingin diganggu siapa pun, tidak ingin siapa pun ikut campur.
Hanya untuk dia dan Tuhannya.
Belum tentu mata dengan tebalnya kantung adalah yang terpedih, bukan?
Juga demikian yang tersenyum lebar, bukan berarti tak ada gelisah.
Kita hanya tidak pernah tahu pasti apa yang disembunyikan di balik jubah fisiknya
Apa yang bisa menyatukan mereka, dalam kesoliterannya?
Do'a.
Dalam hati maupun terucap,
mendo'a diberikan hati terbaik, untuk bersyukur dalam senang, bersabar kala sedih.
Bandung yang sedang hujan,
dari Kalapa-Dago Hijau