Widget HTML Atas

Lelah?

Lelah.
Kau lelah? Aku lelah? Ya, kita, yang katanya lelah.
Lelahmu hampir dapat dipastikan berbeda dengan lelahku. Tapi sampai saat ini pun, aku belum tahu pasti, jika kedua lelah ini dilombakan, siapa yang akan menang. Apakah kamu yang dengan campaknya mengeluh pada dunia bahwa tidak punya jeda dalam harimu? Apakah justru aku, yang bisa jadi menghabiskan tenaga dan pikiran dalam kesia-siaan?

Lelah macam apakah kita?

Sekarang, mengapa juga kita masih mau berlelah-lelah? Itu, kan, pertanyaan yang secara tidak langsung telah dijawab oleh kita sendiri lewat......tidak kapok kelelahan. Lewat..... tidak berhenti berlelah-lelah. Lewat...... masih saja berputar dan melangkah. Kenapa?

Kenapa masih mau lelah?

Mungkin, ketika pertanyaan itu diutarakan, ada yang seketika terbayang wajah teduh Ayah dan Ibunya di sana, yang tidak pernah berhenti mendoakan. Mungkin, ketika pertanyaan itu diutarakan, ada yang seketika membayangkan masa depan cerah menjadi sosok yang sukses. Mungkin, ada yang seketika membayangkan masa lalu yang sakitnya nyangkut terus sehingga berlelah-lelah pun menjadi obat dan peralihan terbaik. Tapi....masih banyakkah yang secara spontan mengingat akan pertemuan dengan Tuhannya kelak, lalu siap mempertanggungjawabkan keringatnya?

Lelah macam apakah kita?

Bahkan lelah pun pilihan- silakan pergi dari lelah...karena lelah juga mampu milih-milih, memilih siapa saja yang boleh bertahan, siapa saja yang layak lelah.

Lelah macam apakah kita? 

Lagi-lagi aku harus menulis catatan untuk diri sendiri: jangan congkak karena berpikir kau lah yang paling lelah. Lagi-lagi aku harus menulis catatan untuk diri sendiri: jangan congkak karena merasa kau lelah sendirian. Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya, aku harus menulis catatan untuk diri sendiri: jangan sok sibuk!

Lelah macam apakah kita? 

Semoga tetap berupaya untuk bisa memiliki lelah yang tempat istirahatnya di Jannah. Aamiin.