Purnama
17 April 2014.
Hari ini,
Aku kembali menolak percaya pada kata-kata. Pada rangkaian huruf yang melahirkan teori baru. Pada kalimat-kalimat yang tidak indah didengar.
Hari ini,
Seseorang yang membenarkan prinsip "tong kosong nyaring bunyinya" memilih menutup telinga. Karena ada polusi suara. Karena bising. Bising yang kosong.
Menutup telinga untuk konteks ini saja, hanya ini saja, kok.
Hari ini,
kalau emosi itu bisa dibuat grafik, sepertinya grafik sinus paling tepat menggambarkan.
Hari ini,
kalau saja sebuah kedewasaan itu bisa dikuantifikasi, nilai 0 mungkin yang keluar?
Hari ini,
Kalau banyak orang menasehati tentang talk less do more, rasanya ingin merevisi slogannya jadi do not talk just do.
Menasehati untuk konteks ini saja, hanya ini saja, kok.
***
Catatan ke sekian kali untuk diri sendiri dan mungkin sentilan damai untuk orang-orang yang tersindir: lidahmu bisa bersaksi kelak. Lisanmu hidup. Bicaramu, walaupun frekuensi di luar batas audiosonik, ada pertanggungjawabannya. Harus punya malu kalau biasa bicara tanpa dasar. Harus bisa malu kalau rutin menyeru tanpa otak. Atau ternyata...... masih harus berlatih rasa malu?
Hati-hati, kawan.... zaman ini, bahasamu itu adalah Ibu dari ketidakpercayaan.
***
Tapi hari ini, sepanjang jalan.... ada yang dikirim untuk menentramkan, untuk kembali melembutkan.
Purnama.
Diam yang bekerja.
Indah, kan?
Tak perlu ribut nyampah,
Purnama.
Terima kasih telah bersedia hadir mengiringi malam ini.
Purnama.
Tetaplah menjadi yang tunggal, yang bisa ditatap milyaran manusia, supaya kaum tukang bicara ini, bisa belajar kepadamu soal diam yang elegan. Diam yang bermakna.